2.8.09
TEORI POLITIK IBNU KHALDUN TINJAUAN KRITIS TEORI ASHABIYAH DALAM SEJARAH
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ibnu Khaldun, seorang teoritis juga praktisi yang memiliki pengalaman dalam politik di beberapa negara seperti Maghrib, Spanyol, Tunisia dan Mesir, sehingga sering dijuluki sebagai negarawan, politikus, diplomat, hakim juga seorang pemikir yang produktif dan kreatif. Karya Muqaddimahnya banyak menjadi rujukan para pemikir modern, khususnya pemikir Barat. Dalam karyanya termaktub ilmu-ilmu dan teori-teori baru yang belum pernah diciptakan oleh siapapun sebelum Ibnu Khaldun. Keanekaragaman pemikirannya meliputi filsafat sejarah, ilmu sejarah, sosiologi politik (ashabiyah), sosiologi dan sebagainya. Dengan Muqaddimahnya beliau dikenal sebagai peletak dasar sosiologi.
Aspek pemikiran Ibnu Khaldun mengenai masalah yang berhubungan dengan bidang sosiologi politik dikenal dengan konsep ashabiyah, perhatiannya dalam masalah masyarakat merupakan poros dan sekaligus sebagai landasan konsepsinya tentang mulai berdirinya negara dan perkembangannya dalam sejarah. Kajian Ibnu Khaldun menyangkut berdirinya negara yaitu negara yang tegak lewat ashabiyah yakni kehendak kolektif atau kehendak untuk memiliki kekuatan dan kekuasaan. Sebaliknya kehancuran suatu negara pun berasal dari ashabiyah. Dengan demikian ashabiyah menempuh jalan dialektis karena di dalamnya terkandung benih-benih konflik, sebab bila keadaan telah mapan seorang kepala negara merasa dirinya berada dalam keadaan konflik dengan anggota-anggota Ashabiyah lainnya.
Menurut Ibnu Khaldun negara sebagaimana makhluk hidup yang lahir, tumbuh kemudian tua dan akhirnya hancur. Jadi umur negara seperti umur makhluk-makhluk hidup lainnya. Umur suatu negara adalah tiga generasi atau sekitar seratus dua puluh tahun. Bagi Ibnu Khaldun, mundurnya suatu dinasti adalah suatu gejala alamiah sejarah. Usia efektif suatu imperium dinasti tidak bisa lebih dari jangka usia manusia dan masa seratus tahun pada umumnya merupakan waktu yang paling lama yang dapat diharapkan bagi usia seseorang. Meskipun ada imperium yang umurnya melebihi seratus tahun tetapi dalam perkembangannya setiap kali mencapai puncak kejayaan, memasuki masa kemunduran (senja) dan mulai mengalami masa keruntuhannya. Karena itu ashabiyah sebagai kekuatan yang menggerakkan dialektika yakni dialektika yang menjadi landasan bagi Ibnu Khaldun tentang perkembangan negara. ashabiyah merupakan gerak dialektis karena ia melewati tiga tahap dalam perkembangan negara yang satu sama lainnya bertentangan. Tahapan Pertama, tahap kehidupan nomaden dan sederhana, ashabiyah hidup berdasarkan persamaan. Tahapan Kedua, tahapan tegaknya dinasti, ashabiyah melemah akibat penguasa berusaha memperkecil peran dan ruang gerakknya. Tahap Ketiga, ashabiyah sepenuhnya telah pudar. Teori ashabiyah akan lebih jelas luas dan mendalam dengan mengadakan tinjauan serta menganalisa fakta-fakta sejarah.
Oleh karenanya dari sini perlu ditelusuri kembali tentang teori ashabiyah dari sorotan peristiwa-peristiwa sejarah. Inilah barangkali tema sentral yang ingin penulis kaji dalam skripsi.
Selengkapnya...
0 komentar:
Posting Komentar