3.8.09
UPACARA SUROAN DI..............
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
………… adalah nama sebuah kota yang berada di pulau Jawa bagian tengah. ……… merupakan salah satu dari dua propinsi di Republik Indonesia yang memiliki status Daerah Istimewa. Kota ……….. memiliki satus daerah istimewa atas dasar sejarah pada saat terbentuknya Republik Indonesia. Propinsi ini terbentuk secara resmi sejak 4 Maret 1950, yaitu melalui UU N0 3 Tahun 1950. Akan tetapi kehadiran daerah ini sebagai daerah istimewa sudah ditetapkan dua hari setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Kesultanan ………. secara resmi dipimpin seorang Sultan yang dipercayakan untuk tetap pada kedudukannya.
………. merupakan suatu daerah yang terkenal akan masakan khasnya, yakni gudeg, dulunya merupakan daerah kesultanan yang bernama Nga………. Hadinigrat, yaitu sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang Sultan. Kesultanan ini merupakan pecahan dari Kerajaan Mataram akibat terjadinya pertikaian dan perebutan kekuasaan antar keluarga, pertikaian tersebut terjadi sepeninggal dari Sultan Hamengku Buwono II, akan tetapi pertikaian tersebut dapat terselesaikan lewat sebuah perjanjian Giyanti, pada tahun 1755. Yang isinya tentang pembagian dua kerajaan Yaitu Kesultanan ………. yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono II dan Kesultanan Surakarta yang dipimpin Sunan Paku Buwono II. Kota …………. juga dikenal dengan Kota Revolusi dan Kebudayaan yang mempunyai pengaruh besar terhadap daerah sekelilingnya sebagai kota budaya. Panembahan merupakan sebuah wilayah yang patut dibanggakan karena disitulah letak dari Kraton Nga………….. Hadiningrat yang terkenal karena memiliki potensi budaya yang beraneka ragam. Salah satunya adalah Upacara tradisional 1 Suran atau sering di kenal dengan Suroan.
Istilah Suran berasal dari bahasa Jawa yakni, Suro. Suro mengandung arti : Bulan pertama dalam penanggalan Jawa dalam kalender Islam Hijriyah. Arti lain dari kata Suro adalah Berani, yang dimaksud dengan berani adalah diambil dari sifat benda-benda pusaka kraton yang dikenal memiliki keberanian. Menurut kepercayaan orang Jawa 1 Suro melambangkan permulaan hidup, oleh karena itu banyak orang yang menghormati dan mensakralkan 1 Suro sebagai menghormati yang hidup.
Tradisi Suroan menurut penduduk panembahan dan sekitarnya merupakan salah satu ritual umum dan negeri, karena dihadiri, disaksikan dan di ikuti publik, maksudnya upacara tersebut dapat diikuti oleh masyarakat umum dan dapat dipublikasikan di media massa maupun media elektronik. Upacara tersebut sangat ritual dan sacral, namun dilain pihak juga menyenangkan dan kadang-kadang meriah dihormati dan dinikmati seluruh peserta. Tradisi 1 Suro merupakan salah satu kebiasaan bahwa seorang Kepala Negara mengadakan pesta kurban pada permulaan tahun dalam bulan Suro untuk memohon berkah Dewa bagi kerajaan dan penduduknya, nama pesta dari kurban itu adalah Rojowedo (rojo = raja, wedo atau weda suatu kata dari bahasa Sansekerta yang berarti kebijaksanaan adalah kitab suci Hindhu). Hewan yang digunakan dalam pesta adalah kepala kerbau liar. Pada tahun 1439 Saka raja Islam yang pertama yaitu sultan Sech Ngalam Akbar I (R. Patah) naik tahta di Kerajaan Demak, setelah mengalahkan dan meruntuhkan Kerajaan Majapahit yang beragama Hindhu, beliau menghapuskan segala adat kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran Islam termasuk pesta kurban Rajawedo. Tradisi Rojowedo kemudian digabungkan dengan pesta keagamaan Islam yang disebut dengan Suroan. Dengan dihapusnya segala macam adat yang bertentangan dengan Islam, penduduk menjadi kecewa. Namun atas usaha dari Sunan Kalijaga, tradisi tersebut dikembangkan kembali. Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang ulama’ yang memiliki kepiawaian dan kecerdasan dalam memadukan jenis kesenian yang masih kental dengan tradisi Hindu dengan Ajaran Islam karena masyarakat Jawa masih banyak menganut berbagai macam aliran dan masih berpegang teguh pada agama lama, Yakni Hindu-Budha.
Tradisi 1 Suran atau Suroan merupakan salah satu tradisi budaya yang harus tetap dilestarikan, dikembangkan serta dibudayakan untuk mempertahankan identitas suku bangsa atau bangsa, yang mana Suroan merupakan suatu tradisi yang dilakukan guna menyambut datangnya Tahun Baru Hijriyah, dalam kalender Jawa jatuh tanggal 1 Suro sedangkan dalam kalender Hijriyah jatuh tanggal 1 Muharram. Suroan merupakan serangkaian upacara yang dilakukan masyarakat Jawa guna menghormati arwah leluhur agar melindungi dan menjaga keselamatan dari bahaya, karena masyarakat Jawa percaya bahwa bulan Suro merupakan bulan yang suci namun banyak rintangan dan bahaya. Oleh karena itu banyak masyarakat percaya bahwa 1 Suro sebagai bulan suci sehingga banyak masyarakat melakukan ritual “ ngalap berkah atau mencari berkah “ dengan melakukan tirakatan, berpuasa semalam penuh dan lain-lain.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, bertepatan dengan tahun 1663 M atau bertepatan dengan tahun 1555 Saka atau tahun 1043 Hijriyah terjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah. Yakni peristiwa penggabungan kalender Jawa Saka dengan kalender Islam Hijriyah. Hal ini merupakan sebuah kreasi baru, sehingga awal tahun baru merupakan awal dari penanggalan kreasi ciptaan Sultan Agung.
Upacara 1 Suran merupakan suatu kolaborasi antara Islam dengan Tradisi Hindhu, Budha. Sehingga dalam menyambut 1 Suro kraton beserta penduduk panembahan dan masyarakat sekitarnya melakukannya dengan berbagai ritual-ritual tertentu serta berbagai macam atribut yang memiliki makna dan symbol tertentu. Seperti dalam ritual upacara bisu terdapat seperangkat macam sesaji yang terdiri, air, kendhi, bunga kanthil (Jawa – kembang talon), kemenyan dan dupa. Kraton ………… dalam menyambut 1 Suro melakukan berbagai macam ritual upacara, seperti tirakatan, upacara bertapa tanpa bicara atau upacara bisu, upacara siraman benda-benda pusaka kraton baik yang dilakukan di dalam maupun di luar kraton ………….., serta upacara labuhan yang dilakukan di Parang Kusumo.
Puncak dari perayaan upacara Suroan adalah ditandai dengan kirab pusaka serta dikeluarkannya 7 kebo bule yang bernama Kyai Selamet sebagai Cucuk Lampah atau Pimpinan Kirab Pusaka. Kirab pusaka kraton dimulai tengah malam dari Kraton menuju Alun-alun Utara lalu ke Gladag, Pasar Kliwon, gading, Nonongan, Alun-alun Utara setelah itu kembali ke kraton lagi. Tradisi kirab pusaka kraton ini hanya dilakukan Kraton Surakarta saja. Berbeda dengan Kraton ………… tidak melakukan kirab pusaka. Kraton ………. dalam menyambut 1 Suro hanya melakukan ritual Upacara Bertapa Tanpa Bicara atau biasa disebut Upacara Bisu, Upacara Siraman pusaka-pusaka kraton baik didalam maupun diluar kraton, serta Upacara Labuhan. Labuhan merupakan upacara menghanyutkan sesaji yang dipersembahkan guna menghormati Kanjeng Ratu Pujawati Kratining Pitorini atau lebih dikenal Nyai Roro Kidul penguasa laut selatan, dan guna menghormati arwah leluhur (nenek moyang) mereka selaras dengan maksud leluhur Jawa bahwa memasuki tahun baru Jawa, nenek moyang berpesan lewat berbagai media agar memasuki tahun baru masyarakat Jawa dilandasi dengan keprihatinan. Pusaka kraton ………. hanya dikirab keluar pada saat yang diperlukan atau atas permintaan masyarakat, misalnya untuk melawan wabah penyakit, banjir, dan kebakaran.
Selengkapnya...
0 komentar:
Posting Komentar